Langsung ke konten utama

PARTAI POLITIK


PARTAI POLITIK
Latar belakang
Ada tiga teori yang mencoba menjelaskan asal-usul partai politik. Pertama, teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai politik. Kedua, teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya suatu sistem politik untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat secara luas. Ketiga, teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi.

Definisi Partai Politik

Carl Friedrich:           Kelompok manusia yang terorganisasikan secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan kekuasaan itu akan memberikan kegunaan materiil dan idiil kepada para anggotanya.

Roger F. Soltau:       Kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik dan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat.
Joseph Lapalombara dan Myron Weiner:           Organisasi politik yang mempunyai kegiatan yang berkesinambungan, terbuka dan permanen tidak hanya di tingkat pusat, tetapi juga di tingkat lokal, memiliki kehendak kuat untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan untuk membuat keputusan politik secara sendiri maupun berkoalisi dengan partai lain dan melakukan kegiatan mencari dukungan dari para pemilih melalui pemilihan umum atau cara-cara lain untuk mendapat dukungan umum.

Sigmund Neumann:           Organisasi dari aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

Berdasarkan pendapat para ilmuwan di atas, kita dapat melihat beberapa ciri partai politik, yaitu
           berakar dalam masyarakat lokal
           melakukan kegiatan secara terus-menerus
           berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan
           ikut serta dalam pemilihan umum

Akan tetapi, para ilmuwan tersebut mengabaikan faktor ideologi sebagai salah satu ciri penting partai politik. Padahal, apapun definisi yang diberikan atas ideologi, setiap partai politik mesti memiliki ideologi yang berfungsi tidak hanya sebagai identitas pemersatu, tetapi juga sebagai tujuan perjuangan partai. Maka, perlu ditambahkan salah satu ciri partai politik, yakni memiliki ideologi.
Berdasarkan uraian di atas pula kita dapat menyimpulkan bahwa partai politik merupakan kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi oleh ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun.

Fungsi Partai Politik

Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Namun, di samping itu, ada beberapa fungsi partai politik yang lain, yaitu
           Sosialisai Politik
           Rekrutmen Politik
           Partisipasi Politik
           Pemadu Kepentingan
           Komunikasi Politik
           Pengendalian Konflik
           Kontrol Politik

A.  TIPOLOGI PARTAI POLITIK

Tipologi partai politik adalah pengklasifikasian berbagai partai politik berdasarkan kriteria tertentu, seperti asas dan orientasi, komposisi dan fungsi anggota, basis sosial dan tujuan.

         Berdasarkan asas dan orientasi, partai politik diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) tipe.


Pragmatis:     Suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tak terikat kaku pada suatu doktrin dan ideologi tertentu. Artinya, perubahan waktu, situasi, dan kepemimpinan bisa mengubah program, kegiatan, dan penampilan  partai politik tersebut.Biasanya dalam sistem dua partai yang berkompetisi secara relatif stabil. Misalnya Partai Demokrat dan Partai Republik di AS

Doktriner:       Suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan kongkret sebagai penjabaran ideologi.           Partai Komunis

Kepentingan:            Suatu partai politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau lingkungan hidup yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan.          Partai Hijau di Jerman, Partai Buruh di Australia, Partai Petani di Swiss


         Berdasarkan Komposisi dan Fungsi Anggota, partai politik dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu Partai Massa atau lindungan (patronage) dan Partai Kader.

Partai Massa:            Partai politik yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dengan cara memobilisasi massa sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan diri sebagai pelindung bagi berbagai kelompok dalam masyarakat sehingga pemilihan umum dapat dengan mudah dimenangkan dan masyarakat juga dapat dimobilisasi untuk mendukung dan melaksanakan kebijakan tertentu. Contohnya, Partai Barisan Nasional di Malaysia

Partai Kader: Suatu partai yang mengandalkan kualitas anggota, keketatan organisasi, dan disiplin anggota sebagai sumber kekuatan utama. Seleksi keanggotannya biasanya sangat ketat, yaitu melalui kaderisasi yang berjenjang dan intensif, serta penegakan disiplin partai yang konsisten tanpa pandang bulu.


         Berdasarkan Basis Sosial, Gabriel Almond menggolongkan partai politik ke dalam 4 (empat) tipe, yaitu
1.         partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, seperti kelas atas, menengah, dan bawah;
2.         partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, dan pengusaha;
3.         partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu, seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan lain-lain;
4.         partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu, seperti suku bangsa, bahasa, dan daerah tertentu

Sedangkan berdasarkan Tujuannya, partai politik dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu sebagai berikut:

Partai Perwakilan Kepentingan:   Partai yang menghimpun berbagai kelompok masyarakat untuk memenangkan sebanyak mungkin kursi dalam parlemen, seperti Barisan Nasional di Malaysia.

Partai Pembinaan Bangsa:            Partai yang bertujuan menciptakan kesatuan nasional, dan biasanya menindas kepentingan-kepentingan sempit, seperti Partai Aksi Rakyat di Singapura.

Partai Mobilisasi:      Partai yang berupaya memobilisasi masyarakat ke arah pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemimpin partai, sedangkan partisipasi dan perwakilan kelompok cenderung diabaikan. Partai ini cenderung monopolistis karena hanya ada satu partai dalam masyarakat. Contohnya Partai Komunis di seluruh negara komunis.

B.  SISTEM KEPARTAIAN

Sistem kepartaian ialah pola perilaku dan interaksi di antara sejumlah partai politik dalam suatu sistem politik.
Maurice Duverger menggolongkan sistem kepartaian menjadi 3 (tiga), yaitu sistem partai tunggal, sistem dwipartai, dan sistem multipartai. Sejumlah catatan perlu dikemukakan terhadap pendapat Duverger itu.

1.         Istilah sistem dalam kalimat “sistem partai tunggal” merupakan contradictio in termenis, karena dalam setiap sistem terdiri atas lebih dari satu bagian. Dalam hal ini berarti lebih dari satu partai. Oleh karena itu, mestinya bukan “sistem partai tunggal” melainkan “bentuk partai tunggal”.
2.         Tidak membedakan secara tegas antara bentuk partai tunggal totaliter (komunis ataupun fasis) dengan bentuk partai tunggal otoriter dan bentuk partai tunggal dominan.
3.         Terdapat sejumlah negara di dunia yang tidak memiliki partai politik, seperti negara-negara yang menerapkan sistem politik Otokrasi Tradisional (Brunei, Arab Saudi).
4.         Penggolongan sistem kepartaian tersebut semata-mata berdasarkan jumlah partai saja, sehingga kurang tajam dalam menjelaskan gejala ketidakstabilan.

Secara lebih komprehensif sistem kepartaian dapat dilihat berdasarkan 2 (dua) golongan besar, yakni sistem kepartaian berdasarkan Jumlah Partai dan Jarak Ideologi.

JUMLAH PARTAI

Sistem kepartaian berdasarkan jumlah partai dapat digolongkan ke dalam sistem partai tunggal (totaliter, otoriter dan dominan), sistem dua partai dominan dan bersaing dan sistem multipartai.

1.         Tunggal:       
1). Totaliter    Terdapat satu partai yang tak hanya memegang kendali atas militer dan pemerintahan, tetapi juga menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat. Partai yang ada di negara-negara komunis dan fasis.
2). Otoriter      Suatu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat lebih dari satu partai tetapi terdapat satu partai besar yang digunakan oleh penguasa sebagai alat memobilisasi masyarakat dan mengesahkan kekuasaannya, sedangkan partai-partai lain kurang menampilkan diri karena ruang gerak dibatasi penguasa.   Partai Uni Nasional Afrika Tanzania  (UNAT), Golkar di masa Orba, Partai Aksi Rakyat Singapura.

3). Dominan  Suatu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat lebih dari satu partai, namun satu partai saja yang dominan (secara terus-menerus berhasil mendapatkan dukungan untuk berkuasa), sedangkan partai-partai lain tidak mampu menyaingi partai yang dominan walaupun terdapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan dukungan melalui pemilu yang demokratis. Partai Liberal Demokrat di Jepang.

2.         Dwipartai bersaing: Suatu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat dua partai yang bersaing untuk mendapatkan dan mempertahankan kewenangan memerintah melalui pemilihan umum. Partai yang memenangkan pemilu menjadi partai yang memerintah, sedangkan yang kalah berperan sebagai kekuatan oposisi yang loyal. Amerika (Partai Republik dan Partai Demokrat), Australia (Partai Liberal dan Partai Buruh).

3.         Multipartai: Sistem kepartaian yang terdiri atas lebih dari dua partai yang dominan. Karena banyak partai yang bersaing untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilu, maka yang sering terjadi adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai yang secara bersama-sama dapat mencapai mayoritas di parlemen. Untuk mencapai konsensus di antara partai-partai yang berkoalisi itu memerlukan “praktik dagang sapi”, yaitu tawar-menawar dalam hal program dan kedudukan menteri. Belanda, Prancis, Jerman, Italia, Indonesia.

JARAK IDEOLOGI

Ilmuwan politik Italia, Giovanni Sartori, punya pendapat lain tentang sistem kepartaian ini. Menurut dia, penggolongan sistem kepartaian bukan masalah jumlah partai, melainkan jarak ideologi di antara partai-partai yang ada. Kongkretnya, penggolongan sistem kepartaian didasarkan atas jumlah kutub (polar), jarak di antara kutub-kutub itu (polaritas), dan arah perilaku politiknya.
Oleh karena itu, Sartori mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi 3 (tiga), yaitu pluralisme sederhana, pluralisme moderat, dan pluralisme ekstrim.

Sistem Partai            Kutub Polaritas        Arah
Pluralisme    Sederhana     Bipolar Tidak ada         Sentripetal
Pluralisme Moderat Bipolar Kecil       Sentripetal
Pluralisme Ekstrim   Multipolar Besar Sentrifugal

Yang dimaksud dengan bipolar adalah kegiatan aktual suatu sistem partai yang bertumpu pada dua kutub, meskipun jumlah partai lebih dari dua karena sistem kepartaian ini tidak memiliki perbedaan ideologi yang tajam.

Multipolar berarti sistem partai yang bertumpu pada lebih dari dua kutub yang biasanya terdiri atas lebih dari dua partai dan di antara kutub-kutub itu terdapat perbedaan ideologi yang tajam.

Polarisasi yang besar merupakan indikator yang menunjukkan ketiadaan konsesnsus dasar mengenai asas dan tujuan masyarakat-negara yang hendak dituju. Akan tetapi, hal ini tidak harus ditafsirkan sebagai perpecahan yang tak terintegrasi karena hal itu mungkin merupakan gejala sementara yang masih dapat diatasi. Dalam hal ini, perlu diperhatikan arah perilaku politik setiap partai apakah;

         Menuju ke pusat atau ke integrasi nasional (sentripetal); ataukah
         Menjauhi pusat atau hendak mengembangkan sistem tersendiri (sentrifugal).

Negara Sistem Partai              Kutub                Polaritas                      Arah
AS       Pluralisme sederhana  Bipolar (dua partai)  Tidak ada       Sentripetal
Belanda Pluralisme moderat    Bipolar (tiga atau empat partai sebagai basis)    Kecil Sentripetal
Italia Pluralisme ekstrim      Multipolar Besar (jarak ideologi yang berjauhan)          Sentrifugal

Labih lanjut menurut Sartori, dalam konteks negara-negara berkembang, dikenal sistem kepartaian lain, yaitu pluralisme ekstrim dan hegemoni. Model yang pertama cenderung menghasilkan ketidakstabilan politik karena masing-masing memiliki ideologi yang bertentangan sehingga tingkat konsensus rendah. Sistem yang kedua terjadi ketika sejumlah partai diizinkan tetapi hanya sebagai partai kelas dua karena mereka tidak diizinkan berkompetisi secara bebas dengan partai hegemoni.

Model hegemoni terbagi 2 (dua), yaitu sistem hegemoni yang bersifat ideologis dan sistem hegemoni yang bersifat pragmatis. Dalam sistem yang bersifat ideologis, partai-partai satelit terwakili dalam pemerintahan tetapi tanpa hak-hak yang penuh, sedangkan dalam sistem yang pragmatis, patai-partai marginal memiliki hak penuh untuk berpartisipasi dalam proses politik.

Negara-negara berkembang biasanya mulai dengan sistem kepartaian pluralisme ekstrim, kemudian beralih pada sistem kepartaian yang hegemoni. Ingat kasus Indonesia tempo doeloe. Pada zaman Soekarno, sistem kepartaian kita pluralisme ekstrim; ada komunis (PKI), sosialis (PSI), nasionalis (PNI), religius (Masyumi). Antara PKI dan Masyumi dipisahkan oleh jarak ideologi yang sangat jauh, yang pertama di kiri dan yang terakhir di kanan. Ketika Soeharto berkuasa, dia dan berbagai kekuatan politik di belakangnya—termasuk militer—menyederhanakan sistem kepartaian, di mana Golkar merupakan partai hegemoni.

**********



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kapabilitas sistem sosial politik Era Reformasi

Kapabilitas sistem sosial politik Era Reformasi : Kapabilitas Regulatif  Kemampuan regulatif menunjukkan kemampuan daripada sistem politik dalam mengkontrol atau mengendalikan perilaku individu-individu atau kelompok-kelompok yang berasal dari sistem politik itu, kemampuan itu dilihat dari frekwensi dan intensitas kontrol yang dilakukan oleh sistem politik iu sendiri (Haryanto, 1982: 23-24). DPR memiliki fungsi legilasi untuk membuat peraturan undang-undang sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan perilaku masyarakat atau kelompok tertentu. DPR pada periode 2009-2012 mendapat kecaman dari masyarakat bahkan dari Mantan Ketua DPR Akbar Tandjung yang mengangap bahwa kinerja DPR  periode masih kurang baik. Dilihat dari RUU yang disahkah pada tahun 2012 ini hanya 12 dari 64 RUU yang masuk pada proggram legilasi nasional tahun 2012. Minimnya perundang-undangan di Indonesia saat ini menunjukkan rendahnya kapabilitas regulatif pada periode ini. 2.    ...

KAPABILITAS SISTEM POLITIK

KAPABILITAS SISTEM POLITIK Stabilitas politik suatu negara sangat dipengaruhi kapabilitas suatu sistem politik. Gabriel Almond membagi ada 6 jenis kapabilitas suatu sistem politik, yaitu : kapabilitas ekstraktif, regulatif, distributif, simbolis, responsiof, dan domestik serta internasional. Penjelasan setiap kapabilitas dapat Anda pelajari dalam BMP 2. Dalam hal ini yang perlu ditekankan adalah : keenam jenis kapabilitas ini mutlak dimiliki oleh suatu sistem politik, dan tidak ada satu sistem politik pun stabil tanpa didukung salah satu dari keenam kapabilitas ini. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa jatuhnya rezim pemerintahan di Indonesia dipengaruhi karena tidak adanya dukungan kapabilitas. Masa pemerintahan Soekarno misalnya, dapat dianggap bahwa kapabilitas internasional turut mempengaruhi kejatuhannya. Ingat, ideologi Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) yang ingin dikembangkan Soekarno di Indonesia bertentangan dengan konsep anti komunisnya Barat. Indonesia menjadi aja...

FUNGSI ARTIKULASI KEPENTINGAN

FUNGSI ARTIKULASI KEPENTINGAN Sebagai dasar dalam memahami materi kekuatan sosial politik dalam konstelasi Sistem Politik Indonesia, satu unsur pendukung penting adalah fungsi artikulasi kepentingan. Fungsi artikulasi kepentingan diartikan sebagai suatu proses meng-input berbagai tuntutan dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif. Pemerintah dalam mengeluarkan suatu keputusan, bisa bersifat menolong masyarakat dan bisa pula dinilai sebagai kebijaksanaan yang justru menyakitkan masyarakat. Namun pada dasar dan prinsipnya, semua kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah berorientasi pada kesejahteraan rakyat, tergantung pada sisi kepentingan mana seseorang memandangnya. Kebijaksanaan pemerintah dapat memuaskan kebutuhan sekelompok orang tetapi pada kelompok yang lain bisa saja akan merasa dikecewakan. Oleh karena itu, warga negara atau setidak-tidaknya wakil dari suatu kelompok harus berjuang untuk mengangkat kepentingan dan tuntuta...